Thursday, July 20, 2017

Suntu/Contoh Pertama Tiwah yang Menjadi Pedoman Bagi Hindu Kaharingan

Jum"at (21/7/17) Tiwah Masal di Kereng Bangkirai Palangka Raya Kalimantan Tengah

sintungtelu.blogspot.co.id – Ritual Kematian Tingkat Akhir Agama Hindu Kaharingan yaitu Tiwah, dalam hal Upacara Tiwah sendiri merupakan upacara Pensucian Roh Leluhur “Liau Haring Kaharingan”. Tiwah juga dipercaya sebagai ritual yang akan menghantarkan Roh Leluhur menuju surga “Lewu Tatau Diarumpang Tulang Rundung Isen Malalesut Uhat” menyatu atau kembalinya Atman pada Ranying Hatalla Langit Tuhan Yang Maha Esa.

Selain sebagai wujud keyakinan bahwa ritual keagaman yang wajib dilaksanakan oleh seluruh umat Hindu Kaharingan yang berada di daerah Kalimantan Tengah, juga sebagai bentuk cinta kasih dan bakti yang tulus kepada saudara atau keluarga yang sudah meninggal, bahwa cinta kasih tersebut tidak hanya di implementasikan saat semasa masih hidup, tapi cinta kasih tersebut di implementasikan dari hidup, mati sampai menyatunya Roh kepada Sang Pencipta.

Dalam Ritual Tiwah sendiri terkandung nilai-nilai luhur adat istiadat dan budaya daerah yang wajib untuk kita lestarikan, oleh sebab itu generasi Hindu Kaharingan diharapkan bisa mempertahankan warisan luhur dengan ajaran keagaman yang diyakini oleh Utus dari Maharaja Bunu dengan ajaran sucinya yang penuh dengan kemuliaan dan nilai-nilai luhur, religius dan sakral.

Tiwah sendiri berpedoman pada Kitap Suci Panaturan didalamnya dijelaskan bahwa Upacara Tiwah yang menjadi pedoman/suntu/contoh untuk utus Raja Bunu dari dulu hingga sekarang adalah dari Upacara Tiwah Suntu Ain Raja Tantaulang Bulau di Lewu Bukit Batu Nindan Tarung Kareng Angkar Bantilung Nyaring yang dilaksanakan oleh Manyamei Tunggul Garing Janjalunen Laut dan Kameluh Putak Bulau Janjalunen Karangan Balimut Batu dengan tiga orang anaknya Raja Sangen, Raja Sangiang, dan Raja Bunu.

Seperti yang ada di Panaturan Pasal 33 Pelaksanaan Tiwah Suntu Ayat 5 berbunyi “Tiwah Suntu Intu Lewu Bukit Batu Nindan Tarung tuh ilalus, iete suntu akan Raja Bunu, awie ie handak impa muhun akan Pantai Danum Kalunen, tuntang jetuh kea dapit jeha ije badehen palus katataie huang pambelum ulun kalunen, ampi jalae ie buli hinje RANYING HATALLA mahurui jalan ie Tesek Dumah”.

Yang artinya “Tiwah Suntu di Lewu Bukit Batu Nindan tarung dilaksanakan, yaitu untuk menjadi contoh bagi Raja Bunu, karena ia akan diturunkan ke Pantai Danum Kalunen, dan Tiwah Suntu ini tetap dipelihara untuk selama-lamanya dalam kehidupan manusia, tentang begaimana tatacara mereka kembali menyatu pada RANYING HATALLA, yaitu dengan sebagaimana ia lahir dan dia hidup di dunia ini”.


Dengan kata lain upacara Tiwah yang sangat sakral dalam memelihara adat istiadat dan budaya daerah ini pelaksanaannya berpedoman pada firman Ranying Hatalla dalam Tiwah Suntu/Contoh yang dilakukan Ian Raja Tantaulang Bulau, dengan demikian menjadi contoh dan pedoman dalam melakukan ritual Tiwah sehingga apa yang menjadi Firman oleh Ranying Hatalla dapat dilaksanakan dan dijaga oleh Panakan Raja Bunu. (#RAI)

No comments:

Post a Comment